Baru-baru ini banyak berita
yang beredar tentang vaksin palsu yang sangat meresahkan masyarakat, khususnya
bagi para orang tua yang meiliki anak. Ini membuat para oang tua takut untuk
membawa anaknya untuk melakukan imunisasi, padahal imunisasi ini sangat penting
bagi tumbuh kembang anak. Bukan hanya para orang tua yang di buat resah oleh
oknum-oknum tak bertanggung jawab ini, tetapi para petugas kesehatan juga ikut
kena imbasnya. Minim nya informasi yang di proleh dari orang tua mengenai
imunisasi menjadi salah satu faktor berkembangnya vaksin palsu, karena orang
tua enggan mencari tau apa itu imunisasi dan jarang bertanya tentang vaksin apa
yang diberikan kepada anaknya. Ketika sudah terjadi sesuatu kepada anak mereka,
barulah para orang tua berbondong-bondong mencari tau tentang imunisasi dan
vaksin yang di berikan kepada anak mereka. Vaksin palsu dapat di cegah apabila
anda selalu mencari tahu tentang apa saja yang harus di penuhi dalam proses
tumbuh kembang anak, baik itu melalui media elektronik maupun media cetak.
Baca juga :
Baca juga :
Sebenarnya
apa sih imunisasi itu? Prosesnya seperti apa? Manfaat dan tujuannya apa?
Imunisasi bertujuan
untuk memberikan kekebalan terhadap tubuh anak. Caranya dalah dengan pemberian
vaksin. Vaksin ini berasal dari bibit penyakit tertentu yang dapat menimbulkan
penyakit, tetapi penyakit ini terlebih dahulu di lemahkan/dimatikan sehingga
tidak berbahaya lagi bagi kelangsungan hidup manusia.
Pembuatan vaksin bisa berasal
dari bibit penyakit hidup yang di lemahkan (misalnya virus campak dalam vaksin
campak, virus polio dalam vaksin polio, bakteri calmette Guerin dalam vaksin
BCG), ada juga yang di buat dari toxin (racun)
yang di hasilkan oleh bakteri yang kemudian di rubah menjadi toxoid
sehingga tidak berbahaya bagi manusia (missal, tetanus toxoid dalam vaksin TT,
difteri toxoid dalam vaksin DPT atau DT).
Imunisasi merupakan
reaksi antara antigen dan antibody, yang dalam bidang ilmu Imunologi merupakan
kuman atau racun (toxin di sebut sebagai antigen). Secara khusus antigen
merupakan bagian dari protein kuman atau protein racunnya. Bila antigen untuk
pertama kalinya masuk ke dalam tubuh manusia, maka sebagai reaksinya tubuh kan
membentuk zat anti terhadap racun kuman yang di sebut dengan antibody.
Prinsip
Pemberian Imunisasi
Prinsip dasar pemberian
imunisasi adalah:
1.
Bila ada antigen (kuman, bakteri, virus,
parasite, racun, kuman memasuki tubuh maka tubuh kan menolaknya, tubuh akan
membuat zat anti berupa antibody atau anti toxin.
2.
Reaksi tubuh pertama kali terhadap
antigen berlangsung secara lambat dan lemah, sehingga tak cukup banyak antibody
yang terbentuk.
3.
Pada reaksi atau respon yang ke dua,
ketiga, dan seterusnya tubuh sudah mulai lebih mengenal jenis antigen tersebut.
4.
Setelah beberapa waktu, jumlah zat anti
dalam tubuhakan berkurang. Untuk mempertahankan agar tetap kebal, perlu di
berikan antigen/suntikan/imunisasi ulang.
5.
Kadar antibody yang tinggi dalam tubuh
menjamin anak-anak sulit untuk terserang penyakit.
Macam-macam
imunisasi
Imunisasi
aktif merupakan imunisasi yang di lakukan dengan cara
menyuntikkan antigen ke dalam tubuh sehingga tubuh anak sendiri yang akan
membuat zat antibody yang akan bertahan bertahun tahun lamanya. Imunisasi aktif
ini akan lebih bertahan lama daripada imunisasi pasif.
Imunisasi
pasif disini tubuh tidak membuat sendiri zat antigen
tetapi tubuh mendapatkannya dari luar dengan cara penyuntikan bahan atau serum
yang telah mengandung zat anti, atau anak tersebut mendapatkannya dari ibu pada
saat dalam kandungan.
Berikut ini akan saya
jelaskan mengenai pemberian vaksin dalam kaitannya dengan imunisasi:
1.
Vaksin
polio
Bibit penyakit yang menyebabkan polio
adalah virus. Vaksin yang di gunakan oleh banyak Negara adalah vaksin hidup
(yang telah di lemahkan), vaksin ini berbentuk cair, kemasnnya sebanyak 1 cc
atau 2 cc dalam flakon yang dilengkapi dengan pipet untuk meneteskan vaksin. Pemberian
secara oral sebanyak 2 tetes lansung dari bool ke mulut bayi dengan tanpa
menyentuh mulut bayi. Vaksin polio oral ini sangat mudah dan cepat rusak jika
terkena panas apabila di bandingkan dengan vaksin lainnya.
Imunisasi dasar polio diberikan 4 kali (polio I, II, III, IV) dengan interval
tidak kurang dari 4 minggu. Imunisasi polio ulangan diberikan 1 tahun setelah
imunisasi polio IV, kemudian pada saat masuk SD (5-6 tahun) dan pada saat
meninggalkan SD (12 tahun).
Pemberian imunisasi polio tidak boleh dilakukan pada orang yang
menderita defisiensi imunitas. Tidak ada efek yang berbahaya yang ditimbulkan
akibat pemberian polio pada anak yang sedang sakit. Namun, jika ada keraguan,
misalnya sedang menderita diare, maka dosis ulangan dapat diberikan setelah
sembuh.
Vaksinasi polio tidak dianjurkan
diberikan pada keadaan ketika seseorang sedang demam (>38,5°C), obat penurun
daya tahan tubuh, kanker, penderita HIV, Ibu hamil trimester pertama, dan alergi
pada vaksin polio. Pernah dilaporkan bahwa penyakit poliomielitis terjadi setelah
pemberian vaksin polio. Vaksin polio pada sebagian kecil orang dapat
menimbulkan gejala pusing, diare ringan, dan nyeri otot.
2.
Vaksin
campak
Bibit penyakit yang menyebabkan campak
(meales) adalah virus. Vaksin yang di gunakan adalah vaksin hidup yang sudah di
lemahkan. Kemasan dalam flakon adalah berbentuk gumpalan-gumpalan yang beku dan
kering untuk kemudian di larutkan dalam 5 cc cairan. Potensi vaksin yang sudah
di larutkan akan cepat menurun, vaksin ini mudah rusak oleh panas.
Kekebalan terhadap campak diperoleh setelah vaksinasi, infeksi aktif, dan
kekebalan pasif pada seorang bayi yang lahir dari ibu yang telah kebal
(berlangsung selama 1 tahun). Orang-orang yang rentan terhadap campak adalah
bayi berumur lebih dari 1 tahun, bayi yang tidak mendapatkan imunisasi kedua
sehingga merekalah yang menjadi target utama pemberian imunisasi campak.
kadar antibodi campak tidak dapat dipertahankan sampai anak menjadi dewasa.
Imunisasi campak ditujukan untuk memberikan kekebalan aktif terhadap
penyakit campak. pemberian vaksin campak diberikan 1 kali pada umur 9 bulan
secara subkutan walaupun demikian dapat diberikan secara intramuskuler dengan
dosis sebanyak 0,5 ml. Selanjutnya imunisasi campak dosis kedua diberikan pada
program school based catch-up campaign, yaitu secara rutin pada anak sekolah
SD kelas 1 dalam program BIAS
Efek samping yang timbul dari imunisasi campak seperti demam lebih dari
39,5°C yang terjadi pada 5%-15% kasus, demam mulai dijumpai pada hari ke 5-6
sesudah imunisasi dan berlangsung selama 5 hari. Ruam dapat dijumpai pada 5%
resipian timbul pada hari ke 7-10 sesudah imunisasi dan berlangsung selama 2-4
hari. Hal ini sukar dibedakan dengan akibat imunisasi yang terjadi jika seseorang
telah memperoleh imunisasi pada saat inkubasi penyakit alami. Terjadinya kejang
demam, reaksi berat jika ditemukan gangguan fungsi sistem saraf pusat seperti
ensefalitis dan ensefalopati pasca imunisasi.diperkirakan risiko terjadinya kedua
efek samping tersebut 30 hari sesudah imunisasi sebanyak 1 diantara 1 milyar
dosis vaksin
3.
Vaksin
BCG (Bacillus Calmet Guirnet)
Vaksin BCG melindungi anak terhadap
tuberculosis (TBC), di buat dari bibit penyakit hidup yang telah di lemahkan. Vaksin
ini berasal dari bakteri, bentuknya beku, kering seperti campak, kalau sudah
dilarutkan harus segera di gunakan maksimal 3 jam, mudah rusak jika terkena
sinar matahari langsung, sehingga kemasannya terbuat dari botol yang berwarna
gelap.
Imunisasi BCG bertujuan untuk menimbulkan kekebalan aktif terhadap
penyakit tuberculosis (TBC) pada anak. Vaksin BCG diberikan pada umur < 2 bulan, Kementerian Kesehatan
menganjurkan pemberian imunisasi BCG pada umur 1 bulan dan sebaiknya pada
anak dengan uji Mantoux (Tuberkulkin) negatif. Imunisasi BCG ulangan tidak
dianjurkan. Efek proteksi timbul 8-12 minggu setelah penyuntikan. Efek proteksi
bervariasi antara 0-80 %, berhubungan dengan beberapa faktor yaitu mutu vaksin
yang dipakai, lingkungan dengan Mycobacterium atipik atau faktor pejamu (umur,
keadaan gizi dan lain-lain)
Cara pemberiannya melalui suntikan. Sebelum disuntikkan vaksin BCG
harus dilarutkan terlebih dahulu. Dosis 0,55 cc untuk bayi kurang dari 1 tahun dan
0,1 cc untuk anak dan orang dewasa. Pemberian imunisasi ini dilakukan secara
Intrakutan di daerah lengan kanan atas. Disuntikkan kedalam lapisan kulit dengan
penyerapan pelan-pelan. Dalam memberikan suntikan intrakutan, agar dapat
dilakukan dengan tepat, harus menggunakan jarum pendek yang sangat halus
(10mm, ukuran 26).
Imunisasi BCG tidak boleh digunakan pada orang yang reaksi uji
tuberkulin > 5 mm, menderita infeksi HIV atau dengan risiko tinggi infeksi HIV,
imunokompromais akibat pengobatan kortikosteroid, obat imuno-supresif,
mendapat pengobatan radiasi, penyakit keganasan yang mengenai sumsum tulang
atau sistem limfe, menderita gizi buruk, menderita demam tinggi, menderita
infeksi kulit yang luas, pernah sakit tubercolusis, dan kehamilan.
Efek samping reaksi lokal yang timbul setelah imunisasi BCG yaitu
setelah 1-2 minggu diberikan imunisasi, akan timbul indurasi dan kemerahan
ditempat suntikan yang berubah menjadi pustula, kemudian pecah menjadi luka.
Luka tidak perlu pengobatan khusus, karena luka ini akan sembuh dengan
sendirinya secara spontan. Kadang terjadi pembesaran kelenjar regional diketiak
atau leher. Pembesaran kelenjar ini terasa padat, namun tidak menimbulkan
demam
4.
Vaksin
DPT (Difteri Pertusis Tetanus)
Terdiri dari toxoid difteri, bakteri pertussis
dan tetanus toxoid, dapat disimpan dam suhu 2-8 derajat celcius. Kemasan yang
digunakan adalah 5 cc untuk DPT, 5 cc untu TT dan 25 cc untuk DT. Vaksin ini digunakan untuk pencegahan terhadap difteri, tetanus, pertusis
(batuk rejan), hepatitis B dan infeksi Haemophilus influenza tipe b secara
simultan. Strategic Advisory Group of Expert on Immunization (SAGE)
merekomendasikan vaksin Hib dikombinasi dengan DPT-HB menjadi vaksin
pentavalent (DPT-HB-Hib) untuk mengurangi jumlah suntikan pada bayi.
Penggabungan berbagai antigen menjadi satu suntikan telah dibuktikan melalui uji
klinik, bahwa kombinasi tersebut secara materi tidak akan mengurangi keamanan
dan tingkat perlindungan.
Pemberian imunisasi DPT-HB-Hib diberikan sebanyak 3 (tiga) kali pada
usia 2, 3 dan 4 bulan. Pada tahap awal hanya diberikan pada bayi yang belum
pernah mendapatkan imunisasi DPT-HB. Apabila sudah pernah mendapatkan
imunisasi DPT-HB dosis pertama atau kedua, tetap dilanjutkan dengan pemberian
imunisasi DPT-HB sampai dengan dosis ketiga. Untuk mempertahankan tingkat
kekebalan dibutuhkan imunisasi lanjutan kepada anak batita sebanyak satu dosis
pada usia 18 bulan.
Terdapat beberapa kontraindikasi terhadap dosis pertama DPT, kejang atau
gejala kelainan otak pada bayi baru lahir atau kelainan saraf serius lainnya
merupakan kontraindikasi terhadap komponen pertusis. Dalam hal ini vaksin tidak
boleh diberikan sebagai vaksin kombinasi, tetapi vaksin DT harus diberikan
sebagai pengganti DPT, vaksin Hepatitis B dan Hib diberikan secara terpisah.
Vaksin tidak boleh diberikan pada anak dengan riwayat alergi berat dan
ensefalopalopati pada pemberian vaksin sebelumnya. Keadaan lain yang perlu
mendapatkan perhatian khusus adalah bila pada pemberian vaksin sebelumnya.
Keadaan lain yang perlu mendapatkan perhatian khusus adalah bila pada
pemberian pertama dijumpai riwayat demam tinggi, respon dan gerak yang
kurang (hipotonik-hiporesponsif) dalam 48 jam, anak menangis terus selama 2
jam, dan riwayat kejang dalam 3 hari sesudah imunisasi DPT. Pemberian vaksin
sebaiknya ditunda pada orang yang berpenyakit infeksi akut. Vaksin DPT, baik
bentuk DtaP maupun DTwP, tidak diberikan pada anak kurang dari usia 6 minggu. Sebab, respons terhadap pertusis dianggap tidak optimal. Vaksin pertusis
tidak boleh diberikan pada wanita hamil.
5.
Vaksin
Toxoid Difteri
Merupakan bagian dai vaksin DPT atau DT,
vaksin di buat dari toxoid yang merupakan racun yang telah di lemahkan, ini
akan rusak jika di bekukan dan juga bias rusa oleh panas.
JADWAL
IMUNISASI
PENYAKIT
YANG DAPAT DI CEGAH DENGAN
IMUNISASI
1.
Hepatitis B
Hepatitis B disebabkan oleh Virus Hepatitis
B (VHB), suatu anggota family Hepadnavirus, suatu virus DNA yang berlapis
ganda, berbentuk bulat dan dapat menyebabkan peradangan hati akut atau kronis
yang pada sebagian kecil kasus dapat berlanjut menjadi sirosis hati (hati mengeras
dan mengecil) atau kanker hati.
Gejala dan tanda infeksi VHB tergantung
pada perjalanan klinisnya, apakah dalam keadaan akut, kronis, atau sudah dalam
keadaan sirosis atau kanker hati. Pada keadaan akut, keluhan yang dirasakan
pasien adalah berupa lemas, mual, mata kuning, demam, kencing seperti air teh.
Sementara pada hepatitis B kronis, biasanya pasien hanya mengeluh mudah lelah
dan lesu. Sementara pada keadaan sirosis, pasien mengeluh perut bengkak (rongga
perut terisi air), mata kuning, lesu dan sebagainya. Bila hepatitis B kronis
telah menjadi kanker hati, keluhan yang dirasakan pasien adalah perut sebelah
kanan atas membesar dan mengeras. Jika demikian keadaannya, biasanya pasien
yang menderita kanker hati tidak akan bertahan sampai satu tahun.
Proses penularan virus ini dapat melalui
dua cara yaitu dengan penularan vertikal dan penularan horizontal. penularan
vertikal terjadi dari ibu yang mengidap virus hepatitis B kepada bayi yang
dilahirkan, yaitu pada saat persalinan atau segera setelah persalinan. Di
indonesia, cara penularan ini yang paling banyak terjadi. Sedangkan penularan
horizontal dapat terjadi akibat penggunaan alat suntik yang tercemar, tindik
telinga, tusuk jarum, transfusi darah, penggunaan pisau cukur, dan sikat gigi
secara bersama-sama serta hubungan seksual dengan penderita. Cara penularan ini
biasanya terjadi pada orang dewasa.
2.
Tuberculosis
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular
yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis dan Mycobacterium
bovis. Tuberkulosis paling sering mengenai paru-paru tetapi dapat juga mengenai
organ lainnya seperti selaput otak, tulang, kelenjar superfisialis dan lain-lain.
Beberapa minggu (2-12 minggu) setelah infeksi Mycobacterium tuuberculosis
terjadi respon imunitas selular yang dapat ditunjukkan dengan uji tuberculin.
Gejala umum TB pada orang dewasa adalah
batuk yang terus-menerus selama 2-3 minggu atau lebih, batuk berdahak kadang
berdarah, nyeri dada, penurunan berat badan, demam, menggigil, berkeringat
malam hari, kelelahan, dan kehilangan selera makan. Bakteri ini biasanya
menyerang orang lain, misalnya ginjal, tulang belakang, otak, kelenjar, dan
sebagainya. Pada anak-anak gejala tuberkulosis paru berbeda dengan orang
dewasa, keluhan yang sering dijumpai adalah anak tidak mau makan, berat badan
jauh di bawah rata-rata anak seumurnya. Penderita yang sudah positif menderita
tuberkulosis diobati melalui Program Nasional Penanggulangan TBC (Strategi
DOTS). Penderita harus mengonsumsi OAT (Obat Anti Tuberkulosis) minimal 6
bulan. Cara pencegahan yang paling efektif yaitu dilakukan melalui vaksinasi.
3.
Difteri
Difteri adalah penyakit menular akut
pada tonsil, faring, hidung, laring, selaput mukosa, kulit dan terkadang
konjungtiva serta vagina. Penyakit ini dapat menyerang seluruh lapisan usia,
tetapi lebih sering pada anak-anak, terutama pada anak yang tidak mempunyai
kekebalan terhadap bakteri penyebab difteri. Difteri merupakan penyakit yang
mengancam jiwa. Difteri disebabkan oleh bakteri Corynebacterium diphteriae.
Tingkat kematian akibat penyakit ini paling tinggi di kalangan bayi dan orang
tua, kematian biasanya terjadi pada tiga sampai empat hari pertama timbulnya
penyakit.
Sumber utama penularan penyakit ini adalah
manusia. Penularan terjadi melalui udara pernapasan saat kontak langsung dengan
penderita atau pembawa (carier) kuman. Seorang penderita difteri dapat
menularkan penyakit sejak hari pertama sakit sampai 4 minggu atau sampai tidak
ditemukan lagi bakteri pada lesi yang ada. Seorang pembawa (carier) kuman dapat
menularkan penyakit sampai 6 bulan. . Seseorang yang sembuh dari penyakit
difteri tidak selalu mempunyai kekebalan seumur hidup. Pencegahan yang paling
efektif dilakukan
melalui vaksinasi.
4.
Pertusis
Pertusis atau batuk rejan adalah penyakit
infeksi akut berupa batuk yang sangat berat (batuk seratus hari). Penyakit ini
menyerang mulut, hidung, dan tenggorokan. Pertusis merupakan penyakit yang
sangat menular dan dapat menyerang semua golongan umur, makin muda usia terkena
pertusis, makin berbahaya. Kasus terbanyak terjadi pada anak umur 1 tahun.
Pertusis disebabkan oleh bakteri Bordetella pertussis.
Pertusis menular melalui udara pernapasan,
yaitu percikan air ludah. Seorang penderita menjadi infeksius sampai 3 minggu
setelah serangan batuk dimulai. Gejala akan mulai timbul 3-12 hari setelah
bakteri masuk ke dalam tubuh. Infeksi berlangsung selama 6 minggu dan
berkembang melalui 3 tahapan, biasanya gejala dimulai dengan batuk dan pilek
ringan selama 1-2 minggu (stadium kataral). Kemudian, diikuti dengan masa jeda
batuk (stadium paroksismal), disini timbul 5-15 kali batuk diikuti dengan
menghirup napas bernada tinggi. Batuk atau lendir yang kental sering merangsang
terjadinya muntah. Tahap terakhir gejala pertusis disebut dengan tahap
konvalesen, yang ditandai dengan batuk dan muntah semakin berkurang, anak
tampak merasa lebih baik. Kadang-kadang batuk terjadi selama berbulan-bulan
biasanya akibat iritasi saluran pernapasan.
Pengobatan pertusis secara kausal dapat
dilakukan dengan antibiotic khususnya eritromisin, dan pengobatan suportif
terhadap gejala batuk yang berat. Pemberian pengobatan eritromisisn untuk
pencegahan pada kontak pertusis dapat dilakukan untuk mengurangi penularan
(Ranuh et.al. 2011). Tindakan pencegahan yang paling efektif adalah dengan
membentuk kekebalan tubuh terhadap bakteri pertusis melalui vaksinasi.
5.
Tetanus
Tetanus adalah penyakit akut, bersifat
fatal, gejala klinis disebabkan oleh eksotoksin yang diproduksi Clostridium
tetani. Bakteri ini tersebar di seluruh dunia menyerang bayi, anak-anak dan
remaja terutama yang tidak memperoleh perlindungan
vaksinasi. Tetanus, terutama tetanus neonatorum, sampai saat ini masih menjadi
masalah kesehatan yang serius. Sebab, tetanus menjadi penyebab 8%-69% dari
kematian bayi baru lahir (menjadi penyebab kematian utama terutama di
negara-negara sedang berkembang, termasuk Indonesia).
Clostridium tetani masuk kedalam tubuh
manusia melalui luka, misalnya luka tusuk, luka robek, luka tembak, luka bakar,
luka gigit, luka suntikan, infeksi telinga, rahim sesudah persalinan atau
keguguran, pemotongan tali pusat yang tidak steril (sebagai penyebab utama
Tetanus neonatarum). Pasien tetanus mudah sekali mengalami
kejang, terutama apabila mendapatkan rangsangan seperti suara berisik,
terkejut, sinar dan sebagainya. Tetanus pada bayi baru lahir disebut tetanus
neonatorum, yang penularannya terjadi pada saat pemotongan tali pusat yang
dilakukan secara tidak steril. Tetanus neonatorum lebih mudah terjadi bila bayi
tidak mendapat imunisasi pasif atau bila pada saat
ibunya hamil tidak pernah mendapat
imunisasi.
Pencegahan tetanus dilakukan melalui
upaya sterilitas alat, misalnya saat memotong tali pusat, pembersihan dan
perawatan luka dan segera mengobati luka infeksi. Tetapi, upaya pencegahan
paling efektif adalah melalui imunisasi pasif dan aktif.
6.
Poliomyelitis
Poliomielitis atau polio adalah suatu
penyakit demam akut yang disebabkan virus polio. Kerusakan pada motor neuron
medula spinalis dapat mengakibatkan kelumpuhan yang bersifat flaksid, sehingga
nama lain dari poliomielitis adalah infantile paralysis, acute anterior
poliomyelitis. Respons terhadap infeksi virus polio sangat bervariasi mulai
dari tanpa gejala sampai adanya gejala kelumpuhan total dan antropi otot, pada
umumnya mengenai tungkai bawah dan bersifat asimetris, dan dapat menetap
selamanya bahkan sampai dengan kematian. Masa inkubasi poliomielitis
berlangsung 6-20 hari dengan kisaran 3-35 hari.
Penyakit ini ditularkan orang ke orang
melalui fekal-oral-route. Gaya hidup dengan sanitasi yang kurang akan
meningkatkan kemungkinan terserang poliomielitis. Kebanyakan poliomielitis
tidak menunjukkan gejala apapun. Infeksi semakin parah jika virus masuk dalam
sistem aliran darah. Kurang dari 1% virus masuk pada sistem saraf pusat, akan
tetapi virus lebih menyerang dan menghancurkan sistem saraf motorik, hal ini
menimbulkan kelemahan otot dan kelumpuhan. Kelumpuhan dimulai dengan gejala
demam, nyeri otot dan
kelumpuhan terjadi pada minggu pertama
sakit. Kematian bisa terjadi jika otot-otot pernapasan terinfeksi dan tidak
segera ditangani.
Cara pencegahan penyakit polio yang
harus dilakukan pertama yakni peningkatan higiene, karena penyakit polio
ditularkan per oral melalui makanan dan minuman yang tercemar oleh kotoran
manusia yang mengandung virus, maka higiene makanan/minuman sangat penting.
Pencegahan yang paling efektif terhadap penyakit poliomielitis adalah dengan
pemberian vaksin.
7.
Campak
Penyakit campak (rubeola atau measles)
adalah penyakit infeksi yang sangat mudah menular, yaitu kurang dari 4 hari
pertama sejak munculnya ruam. Penyebab pasti dari penyakit campak adalah virus
campak. Campak merupakan penyebab kematian bayi umur kurang 12 bulan dan anak
usia 1-4 tahun. Diperkirakan 30.000 per tahun anak Indonesia meninggal akibat komplikasi
campak. Campak berpotensi menyebabkan kejadian luar biasa atau pandemic. Penularan
penyakit campak berlangsung sangat cepat melalui udara atau semburan ludah
(droplet) yang terisap lewat hidung atau mulut. Penularan terjadi pada masa
fase kedua hingga 1-2 hari setelah bercak merah timbul. Gejala klinis seperti
demam timbul secara bertahap dan meningkat sampai hari kelima atau keenam pada
puncak timbulnya ruam. Ruam awal pada 24 sampai 48 jam pertama diikuti dengan
turunnya suhu tubuh sampai normal selama periode satu hari dan kemudian diikuti
dengan kenaikan suhu tubuh yang cepat mencapai 40°C pada waktu ruam sudah
timbul diseluruh tubuh. Gejala awal lainnya yang sering ditemukan adalah batuk,
pilek, mata merah selanjutnya dicari Koplik’s spot. Dua hari sebelum ruam
timbul, gejala Koplik’s spot yang merupakan tanda pathognomonis dari penyakit
campak, dapat dideteksi. Pencegahan penyakit campak ini dapat dilakukan dengan
cara menghindari kontak dengan penderita, meningkatkan daya tahan tubuh dan vaksinasi
campak.
Setelah membaca fakta
di atas, apakah anda masih ragu untuk membawa anak anda untuk imunisasi?
semoga bermanfaat buat anda semua.... :)